Pagi ini, gw mendengarkan siaran Iwet-Rahmah di GMHR. Bahasannya sederhana, namun mengena. Tentang Doa. Kapan terakhir kali lu berdoa dengan sungguh-sungguh, dan kapan pula doa itu dijawab. Banyak yang merespon dan berbagi cerita spiritual mereka. Ada yang memang punya ritual sendiri dalam berdoa, ada juga yang berdoa seiring dengan aktivitas yang dilakukan, tanpa alokasi waktu khusus. Luar biasa, doa memang memiliki energi. Dan IA selalu memiliki cara yang berbeda dalam menyapa hambaNya, menjawab permohonannya.
Gw merasa seperti terdampar di sebuah pulau tak bernama, ketika mendapati diri gw sebagai orang yang jarang sekali memohon, jarang sekali curhat, dan jarang sekali berbicara padaNya. Bukan karena tidak merasa butuh, tapi karena gw sering lupa sama Dia. Dia sering banget gw abaikan. Gw bukan tipe orang yang khusyuk, yang selalu bisa menyambungkan segala sesuatu padaNya. Entah jenis manusia seperti apa gw ini. Dia, tetap gw junjung tinggi, Dia akan selalu menjadi urutan pertama dalam pengakuan gw, tapi belum dalam keseharian gw. Mendua? Selingkuh? Mungkin.
Terlepas dari itu semua, pagi itu gw masih bisa menghayati pernyataan Reza Gunawan tentang doa. Kebanyakan manusia bedoa karena ada keinginan dan harapan, sedangkan harapan muncul karena ada ketakutan. Harapan saya sukses, karena saya takut gagal. Harapan saya berhasil, karena saya takut terpuruk. Harapan saya mendapat jodoh, karena saya takut sendiri. Harapan saya membahagiakan orang tua karena saya takut membuat mereka sedih. Harapan saya selamat, karena saya tidak ingin celaka.
Harapan dan ketakutan, tempatnya adalah di dalam pikiran. Sedangkan doa, bertempat di hati. Ketika kita berharap, maka ketakutan akan membuat harapan itu menjadi netral. Ketakutan membunuh harapan. Maka tidak ada doa yang tersampaikan. Karena itulah sifat pekerjaan pikiran. Ketika kita melepaskan harapan dan ketakutan, serta memunculkan kepasrahan, maka kita akan membuat harapan dan ketakutan menjadi nol. Tidak ada pekerjaan pikiran, maka timbulah pekerjaan hati, doa yang tulus. Ketika kita merasakan doa yang tulus, maka kita akan tersadar bahwa Tuhan selalu mejawab, dengan apa yang kita butuhkan.
Untuk membuat kita tersadar akan wujud harapan dan ketakutan, maka dibutuhkan keheningan. Dalam semua agama, moment hening ini selalu ada, hanya saja berbeda wujudnya. Inilah salah satu bentuk sakralnya sholat tahajud, menjadikan diri kita berada dalam keheningan. Membuat kita mampu menginventarisir dan sadar apa harapan dan ketakutan kita. Hal tersebut adalah langkah awal untuk mampu melepaskan keduanya. Dan menghadirkan ikhlas.
Sebagai gambaran teori harapan dan ketakutan adalah ketika kita berusaha mati-matian mengingat hal yang kita lupa. Ketika kita BERUSAHA KERAS mengingatnya, maka yang ada adalah LUPA. Harapan untuk mengingat, dibuat netral dengan ketakutan kita untuk lupa. Tapi, ajaibnya, ketika kita pasrah, melepaskan harapan, dan juga ketakutan, seketika kita akan ingat!. Pernah mengalami?
Atau ketika tidak bisa tidur, Ketika berusaha mati-matian untuk tidur, maka kita akan terjaga. Tapi ketika mulai memasrahkan dan menghilangkan harapan itu, biasanya kita akan tertidur dengan sendirinya.
Itulah sekilas cara kerja pikiran, hati dan doa. Setidaknya menurut sudut pandang seorang pakar kesehatan holistik, Reza Gunawan. Semoga bermanfaat