Sengaja menyisihkan item pengisi paket lebaran yang paling enak menurut versi saya, Cokelat. Item lain sudah ludes habis, bahkan sebelum lebaran tiba, tinggal si cokelat yang saya simpan di kulkas. Spesial. Save the best for last. Sebelum berangkat ke kantor pagi kemarin, si tangan hampir saja memasukkan cokelat ke dalam tas. Buat ngemil. Tapi ada feeling yang menahan saya untuk tidak melakukannya. Entah apa.
Kemudian terjawablah misteri dibalik semua itu. Saat suami menjemput saya sore harinya, ia bercerita tentang keanehan badannya di hari itu.
"Ngga tau kenapa kayanya lemes banget, han" Itu kalimat pembukanya.
"Nyampe rumah langsung pengen tiduran. Terus, ga bisa mikir apa-apa", lanjutnya.
"Aku ga sempet mikir nyalain nasi, atau beli makan apa gitu biar cepet. Untungnya ada cokelat di kulkas. Langsung aku makan. Tumben banget lho, habis! Saking lemesnya"
Lalu teruslah ia bercerita tentang kronologis keanehan kondisi badannya. Bla bla bla... Tinggal saya yang lemes denger ceritanya. Aaaaaaaaa cokelat gueeeeee!!!
Ada yang memblok perasaan saya untuk berempati terhadap kondisi suami saat itu. Atulaaahhh, cokelatnya sengaja disimpen. Itu kan paling enaaakk. Kan ceritanya Save the best for last. Tega bangeett. Ganti pokonyaaaa, heeuuuu... Begitulah kurang lebih drama saya saat itu. *Istri durhaka*
Ternyata Allah memang menakdirkan cokelat itu untuk maksud yang terbaik. Mejadikannya sebagai "penyelamat" suami disaat kritis. Ada makna yang lebih dalam ketika saya bermaksud menyimpannya, save the best for last. Allah menjadikannya save the best for the best person in your life. Ahhh, indahnya rahasia-Mu. Bimbing kami untuk menemukan hikmah-hikmah sederhana dibaliknya selalu ya Allah.
PS: Maaf ya suamiku, telah mengabaikan kondisimu untuk hal yang menggelikan. Aku ikhlas ko... tapi kalo mau diganti juga ga akan nolak, Hehehehe.
Posting Komentar